[Wn] Shougaku Ichinensei Ni Modotta Node Kenjitsu Ni Ikiru - Chapter 47
Translator: Aaldiwang
Editor: ?
Chapter 47 - Perintah Bantal Pangkuan
"Jadi, perintah pertama."
Siapa yang tertangkap mesti menyimak 4 perintah dari setan. Hak istimewa bagi setan, yang Mizui-san bilang merupakan peraturan yang berlaku, kini sedang digunakan.
Aku bukanlah Sheron, jadi saya tak dapat memberikanmu kehidupan abadi atau esuatu semacam itu, tetapi saya akan memberikanmu yang kubisa.
Setidaknya saya dapat menyimak perintahnya.
"Berpindahlah denganku, seseorang mungkin akan mendapatkan kita disini."
Meski itu merupakan area terlarang, itu merupakan area rerumputan
Itu merupakan keputusan yang masuk nalar untuk berpindah tempat.
"Hmm,okay."
"Kalau begitu ikuti aku, saya mendapatkan kawasan yang elok ebelum kita mulai, Sho-kun."
Dia bilang begitu, kemudian menarikku lebih jauh ke dalam hutan.
Itu merupakan hutan yang dipakai selaku cuilan dari area terbuka.
Tak terlalu besar, jadi saya tak berpikir kami akan tersesat.
Tak ada rambu atau perayaan tentang hewan buas menyerupai beruang atau babi hutan, jadi harusnya tak ada yang dikhawatirkan.
Itu merupakan kawasan yang relatif aman, tetapi kita tetap mesti berhati-hati.
"Jangan pergi terlalu jauh."
"Tak apa. ――Disini, kita sampai."
Kurang dari satu menit sudah berlalu sejak kami mulai berjalan, dan kini kami sudah hingga di tempat.
Disana, di tengah-tengah hutan dengan pepohonan yang berkembang dimana-mana, merupakan area kosong berupa bundar dengan diameter kira-kira lima meter.
Jarang rumput yang tumbuh, dan banyak bunga bermekaran disana-sini.
Pohon yang mengelilingi bundar ini bangun dengan kokoh.
Hutan itu dinaungi oleh pepohonan, tetapi cuma disini cahaya matahari bersinar jelas hingga ke tanah, seakan memberi kami cahaya ilahi.
Alaminya, kawasan itu merupakan dataran yang lebih rendah ketimbang area yang ditumbuhi bunga yang bermekaran, tetapi kawasan ini masih menawan hingga membuatku merasa itu merupakan hal yang indah.
Kupikir kamu dapat menyebutnya selaku keindahan alam.
"Ini merupakan kawasan yang bagus."
"Fufufu, iya kan?"
Mizui-san terlihat puas dengan kekagumanku.
Lalu ia menarikku ke tengah bundar itu kemudian menyuruhku duduk disana.
Kemudian ia duduk di sampingku.
Hangatnya sinar matahari membuatku merasa nyaman.
Ini kawasan yang bagus.
Aku bahkan tak dapat mendengar bunyi teman-temanku dari sini. Yang kudengar hanyalah desiran dedaunan di pohon.
Bukan memiliki arti saya tak menggemari kawasan yang ramai, namun saya menggemari kawasan yang sunyi menyerupai ini untuk membuatku hening dan berelaksasi.
Aku duduk di lututku, karam dalam nyamannya alam.
"Bisakah saya memberimu perintah dengan cepat?"
"Apa kamu perlu izin dari orang yang kamu perintah?"
Aku tertawa kecil alasannya kelucuannya di saat meminta izin.
"Itu benar. ――Kalau begitu perintah kedua."
Aku menanti jawabannya, setengah berharap dan setengah gusar untuk mengenali perintah macam apa yang mau datang.
"Bantal pangkuan."
Dua kata yang tak ada keterkaitannya dengan suasana kini keluar dari ekspresi Mizui-san.
"..... Jadi, Mizui-san akan melaksanakan bantal apngkuan?"
"Tidak, Sho-kun yang mau melakukannya."
Aku melakukannya?
Biasanya di manga komedi romantis, posisinya terbalik, tetapi.....
Tetapi ini bukan manga komedi romantis, jadi tak apa.
"Ini merupakan perintah, jadi kamu mesti mendengarkannya."
Dia tersenyum dengan tanda kenakalan di suaranya.
Itu niscaya menggembirakan baginya berada dalam suasana dimana orang lain mesti mentaatinya secara mutlak.
Aku ingin bilang bahwa saya senang kamu menikmatinya.
"Uh, umm, baiklah..... okay."
Jujur saja, saya tak dapat mengiyakan dengan senang hati.
Aku terlalu malu.
Aku tak kuasa kepada wanita, jadi bantal pangkuan merupakan sedikit rintangan bagiku.
Aku sudah tidur di kasur yang serupa dengan Mizui-san (bukan dalam artian buruk), dan itu aneh jikalau kini saya malu, tetapi meki begitu........ hal memalukan tetaplah memalukan.
Tapi jikalau itu merupakan perintah, saya tidak memiliki pilihan.
Jika kukesampingkan rasa maluku, itu sudah cukup untuk menjadikannya terwujud. Itu bukanlah hal yang mustahil.
Aku sudah mengangguk, meskipun enggan. Aku tak dapat menawan diriku sekarang.
Satu-satunya hal yang bisa disyukuri merupakan saya tak perlu ketakutan akan ada yang melihat.
"Uh, mari kita coba....."
Aku menggaruk pipiku dengan rasa aib yang tak dapat kuhapus.
Tapi Mizui-san melihatku dengan mata yang sarat harap. Aku tidak memiliki pilihan...
Untuk sekarang, saya akan menghasilkan segala antisipasi yang dibutuhkan untuk bantal pagkuan ini, jadi saya akan merubah posisi dari duduk biasa menjadi duduk diatas lutut.
Aku mengenakan celana jeans pendek, jadi rumput di tanah agak menggesek kulitku dan terasa sedikit gatal.
Lalu saya membersihkan pahaku dengan perlahan untuk menetralisir debu.
"Baiklah, kalau begitu..... silahkan."
Karena saya tak tahu apapun tentang moral bantal pangkuan, saya tak dapat merencanakan apapun lagi. Atau lebih tepatnya, memangnya ada hal semacam moral untuk bantal pangkuan?
Kesampingkan kebenaran bahwa perlakuan bantal pangkuan itu jauh menyimpang dari etika, saya melaksanakan yang terbaik yang saya dapat untuk mempersiapkannya――meski cuma ada dua hal yang bisa kulakukan――memberitahu Mizui-san bahwa saya sudah siap.
"Uh-huh..... Kalau begitu, maaf mengganggu..."
Mungkin ia merasa sedikit aib sehabis memamerkan perintah, Wajah Mizui-san agak memerah.
Lalu, ia duduk di sebelah kiriku, kemudian perlahan berguling dan menaruh kepalanya di pahaku... yang lazimnya disebut dengan bantal pangkuan.
Pada permasalahan ini, mungkin lebih sempurna jikalau dikatakan bahwa saya menjadi bantal pangkuannya, namun saya tak peduli tentang detilnya.
Rambut Mizui-san yang halus dan pipinya yang lembut bersinggungan pribadi dengan pahaku.
Aku mengenakan celana pendek, kulit kami bersinggungan langsung.
..... Aku sudah bilang tadi bahwa berada di kawasan ini membuatku tenang, tetapi saya menawan itu kembali di saat suasana ini datang.
Jantungku berdetak kencang menyerupai terkena serangan jantung, meskipun saya tak pernah terkena serangan jantung seumur hidupku.
Pokoknya, saya gugup.
Aku ingin tau apa ia dapat mendengar detak jantungku alasannya kulit kami bersentuhan.
"..... Kakimu sungguh keras, Sho-kun.'
"Ku-kukira begitu?"
Aku percaya otot di kakiku kian kencang alasannya lari harianku.
Itu merupakan pergeseran yang tak kusadari.
"Yeah, itu menyerupai kerikil jikalau ketimbang kakiku."
"Haha, mohon maaf alasannya bantalnya tidak nyaman."
Aku minta maaf dengan bergurau alasannya pernyataannya yang berlebihan.
"Itu benar. ――Aku sama sekali tak dapat tidur alasannya terlalu gugup."
"――!?... A,Aku mengerti."
Kupikir Mizui-san akan melanjutkannya dengan "Tidak, itu tak benar," jadi saya resah dengan pergeseran nada bicaranya.
"Fufufu, ho-kun tidak lulus menjadi bantal pangkuan."
"Kakiku memang bukan untuk bantal, kamu tahu."
Dia bercanda, terlihat senang dengan dirinya.
Dia tak merasa nyaman, tetapi ia bahagia.
.........
Beberapa dikala dibarengi dengan kesunyian.
Mungkin alasannya ia sedang menikmati pahaku, yang menjadikannya sulit tidur, atau mungkin alasannya ia aib alasannya suasana ini, tetapi Mizui-san tidak ingin menyampaikan apapun.
Aku tak tahu bilaaku dapat menyampaikan hal yang sama, saya tak dapat menetralisir rasa aib dann tak dapat berkata-kata.
Tapi di waktu yang sama, saya merasa aib alasannya kesunyian yang canggung ini.
Berusaha memecah situasi, saya menjajal mengutarakan sesuatu.
"Ini hari yang indah... bukan?"
"Yeah, hari yang indah."
"....."
"....."
Percakapan berakhir.
Omong-omong, saya pembicara yang payah.
Jika saya tidak memiliki problem dalam mendapatkan topik untuk dibicarakan, saya niscaya sudah mengakibatkan siapa pun di kelas selaku temanku sekarang.
Tapi saya akan menjajal menghasilkan percakapan berjalan lebih lama.
"Uh..... Apa kamu ingin saya mengelus kepalamu?"
Aku akan menghasilkan anjuran menyerupai itu, sebagian alasannya saya kehabian akal.
Setelah saya menyampaikan itu, kupikir itu merupakan hal yang sungguh riskan untuk dikatakan. Dalam insiden permasalahan sama, itu mungkin tergolong pelecehan eksual.
"Itu merupakan anjuran yang bagus, tetapi tidak sekarang."
"Ah, begitukah?"
"Ya, alasannya jikalau saya bertambah gugup, jantungku mungkin berhenti berdetak."
Aku cuma dapat menyaksikan segi kepalanya, namun saya dapat mencicipi bahwa parasnya memerah.
"I-itu... benar..."
――Kata kata itu juga menghasilkan jantungku berdetak lebih kencang.