DOWNLOAD NOVEL EBOOK RANAH 3 WARNA - AHMAD FUADI (GRATIS)
DOWNLOAD NOVEL EBOOK RANAH 3 WARNA - AHMAD FUADI (GRATIS)
Aden duduk di sebelah atas ya. Dan seperti biasa, aden pasti menang!” teriak Randai pongah, sambil memanjat ke puncak batu hitam yang kami duduki. Batu sebesar gajah ini menjorok ke Danau Maninjau, dinaungi sebatang pohon kelapa yang melengkung seperti busur. ”Jan gadang ota. Jangan bicara besar dulu. Ayo buktikan siapa yang paling banyak dapat ikan,” sahutku sengit. Aku duduk di bagian batu yang landai sambil menjuntaikan kaki ke dalam air danau yang jernih. Sekeluarga besar ikan supareh seukuran kelingking tampak berkelebat lincah, kerlap-kerlip keperakan. Dengan takut-takut mereka mulai menggigiti sela- sela jari kakiku. Geli-geli.
Hampir serentak, tangan kami mengayun joran ke air yang biru. Bukan supareh yang kami incar, tapi ikan yang lebih besar seperti gariang atau kailan panjang. Randai sedang libur panjang dari ITB dan aku baru tamat dari Pondok Madani di Ponorogo. Ini saat menikmati kembali suasana kampung kami
langit bersih terang, Bukit Barisan menghijau segar, air Danau Maninjau yang biru pekat, dan angin danau yang lembut mengelus ubun-ubun.Waktu yang cocok untuk lomba mama-
peh atau memancing, persis seperti masa kecil kami dulu.
”Dapat lagi... dapat lagi!” teriak Randai sambil melonjak- lonjak. Itu ikannya yang ketiga. Dia menggodaku sambil menjulurkan ikan kailan panjang yang masih meronta-ronta ke wajahku. Hampir saja kumis ikan berbadan seperti belut raksasa ini menusuk hidungku. Amis segar ikan danau yang
terkenal lezat ini merebak. Aku diam saja sambil menggigit bibir. Heran, dari tadi pelambungku dari keratan sandal jepit merah belum juga ber- goyang sedikit pun. Hanya ikan supareh kecil yang masih rajin merubungi kakiku. Apa boleh buat, kalau aku kalah meman- cing, aku harus mentraktirnya dengan pensi, kerang kecil khas Danau Maninjau. Pensi rebus yang dibungkus daun pisang dan disirami kuah bumbu mampu membuat lidah siapa saja terpelintir keenakan.
”Eh, Alif, jadi setelah tamat pesantren ini, wa’ang4 masih tertarik jadi seperti Habibie?” tanya Randai sambil menepuk- nepuk betisnya yang dirubung agas.