Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

DOWNLOAD NOVEL EBOOK NEGERI 5 MENARA - AHMAD FUADI

DOWNLOAD NOVEL EBOOK NEGERI 5 MENARA - AHMAD FUADI


Iseng saja aku mendekat ke jendela kaca dan menyentuh permukaannya dengan ujung telunjuk kananku. Hawa dingin segera menjalari wajah dan lengan kananku. Dari balik kerai tipis di lantai empat ini, salju tampak turun menggumpal- gumpal seperti kapas yang dituang dari langit. Ketukan-
ketukan halus terdengar setiap gumpal salju menyentuh kaca di depanku. Matahari sore menggantung condong ke barat berbentuk piring putih susu.


Tidak jauh, tampak The Capitol, gedung parlemen Amerika Serikat yang anggun putih gading, bergaya klasik dengan  tonggak-tonggak besar. Kubah raksasanya yang berundak- undak semakin memutih ditaburi salju, bagai mengenakan kopiah haji. Di depan gedung ini, hamparan pohon american elm yang biasanya rimbun kini tinggal dahan-dahan tanpa daun yang dibalut serbuk es. Sudah 3 jam salju turun. Tanah bagai dilingkupi permadani putih. Jalan raya yang lebar-lebar mulai dipadati mobil karyawan yang beringsut-ingsut pulang.

Berbaris seperti semut. Lampu rem yang hidup-mati-hidup- mati memantul merah di salju. Sirine polisi—atau ambulans— sekali-sekali menggertak diselingi bunyi klakson. Udara hangat yang berbau agak hangus dan kering menderu-deru keluar dari alat pemanas di ujung ruangan.


Mesin ini menggeram-geram karena bekerja maksimal. Walau begitu, badan setelan melayuku tetap menggigil melawan suhu yang anjlok sejak beberapa jam lalu. Televisi di ujung ruang kantor menayangkan Weather Channel yang mencatat suhu di luar minus 2 derajat celcius. Lebih dingin dari secawan es tebak di Pasar Ateh, Bukittinggi.